Wednesday, January 1, 2014

JAKARTA, KOMPAS.com — Kinerja aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88 Antiteror) menangkap enam anggota kelompok teroris di Ciputat pada penghujung 2013 patut diapresiasi. Aparat kepolisian, terutama intelijen, diminta harus tetap mewaspadai pertumbuhan jaringan kelompok teror baru ini. Kelompok tersebut dikatakan memiliki pola pengaderan yang sistematis sehingga terus menjamur.

"Meluasnya jaringan-jaringan baru teroris muda di Indonesia menunjukkan gelagat pengaderan yang sistematis dan terpola," ujar Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo di Jakarta, Kamis (2/1/2014).

Tjahjo menilai perlunya pengefektifan fungsi intelijen dan deteksi dini untuk melakukan pencegahan awal terhadap potensi-potensi terorisme. Intelijen, kata Tjahjo, juga perlu secara detail melakukan pemetaan jaringan dan aksi-aksi kelompok radikal atau terorisme serta mengantisipasi aksi-aksi kelompok radikal baru yang berpotensi mengganggu keamanan dan stabilitas nasional.

"Pola gerakan tetap harus dicermati pada wilayah-wilayah pinggiran Ibu Kota dan daerah atau kota-kota yang berpotensi strategis terhadap ancaman tersebut," ujar anggota Komisi I DPR ini.

Tjahjo yakin bahwa intelijen sebenarnya sudah melakukan pemetaan. Namun, deteksi dini tetap harus ditingkatkan sehingga lebih efektif menghambat pembentukan kelompok baru. Menurut Tjahjo, yang tidak boleh dilupakan juga adalah fungsi pengawasan dan koordinasi yang tidak hanya melibatkan jajaran aparat dan intelijen terpadu, tetapi juga harus melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di berbagai elemen, khususnya jaringan narkoba, penyelundupan, dan jaringan perdagangan gelap untuk senjata.

"Pihak intelijen juga perlu me-monitoring pengamanan jaringan frekuensi radio ataupun jaringan kabel," katanya.

Di sisi lain, ucap Tjahjo, pemerintah harus memberikan perhatian penuh terhadap berbagai akses dan pendanaan terhadap tugas operasional intelijen di dalam dan luar negeri. Satuan intelijen dan Densus 88, lanjutnya, juga perlu diperbanyak untuk mengefektifkan pola gerakan antisipasi melawan teror kota yang dapat memicu gangguan kemanan dan ketertiban masyarakat.

Sebelumnya, tim Densus 88 Antiteror menggerebek salah satu rumah di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Sebanyak enam orang tewas dalam aksi baku tembak selama 10 jam. Kelompok Ciputat ini diketahui adalah bagian dari kelompok teror Abu Roban. Mereka diduga terlibat dalam aksi penembakan aparat kepolisian, melakukan pengeboman di Vihara Ekayana, dan melakukan perampokan Bank Rakyat Indonesia unit Panongan, Tangerang Selatan. Aksi perampokan dilakukan sebagai bagian dari fa’i atau pengumpulan uang untuk mendanai aksi kelompok lainnya yang tersebar di Indonesia.

0 comments:

Post a Comment