Tuesday, January 28, 2014

Foto : Gerbong kereta api di
Lhokseumawe.

Jam menunjuk sekitar pukul 10 pagi. Langit di Desa Bungkaih, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara bersinar cerah. Pagi itu Selasa, 21 Januari 2013. Jalan menuju ke Kereta Api (KA) stasiun Bungkaih tampak lengang.

Di ruang tunggu loket, tidak tampak satupun penumpang, begitu pula dengan petugas. Belum ada aktifitas berarti di tempat itu. Suasana di sekeliling stasiun tampak masih sepi.

Tak jauh dari ruang tunggu loket, tampak Kereta Rel Diesel (KRD) atau yang biasa dikenal dengan sebutanCommuter Line terparkir dipo(tempat penyimpanan kereta).

Arminizar Abdullah,Kepala Operasional Stasiun Kereta Api Perintis Aceh, yang terletak di Desa Bungkaih, Kecamatan Dewantara,
ia mengatakan
“Setau saya sejauh ini belum ada wacana untuk dilakukan rekrutmen pegawai. Terlebih proses rekrutmen pegawai butuh proses yang panjang. Harus ada seleksi administrasi, tes tertulis, tes kesehatan, wawancara, diklat prajabatan, diklat kejuruan, sampai diklat traksi,” ujarnya

Kereta Rel Diesel Perintis Aceh mulai diujicoba pada tanggal 1 Desember 2013 yang lalu.
Hari itu bisa dikatakan menjadi hari bersejarah bagi dunia perkeretapian di Aceh. Betapa tidak, setelah puluhan tahun tidak memiliki kereta api (terakhir sekitar tahun 1975) kini kereta api kembali hadir ke tengah-tengah masyarakat Aceh.

KRD pun menjadi transportasi yang sudah bertahun-tahun ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh.

KRD yang terdiri dari dua gerbong dan mampu menampung sekitar 150 orang ini mulai beroperasi dengan rute dari Krueng Manee hingga Krueng Geukuh dengan jarak 11,35 Kilometer dengan kecepatan 25 kilometer per jam.
Menurut pantauan Arminizar selama ini, masyarakat sangat antusias menyambut KRD Perintis Aceh.

“Mulai dari Anak-anak, remaja, orang tua, semuanya tertarik naik Kereta Api,” ujarnya sumringah.
Menurutnya memang ada baiknya segera dioperasionalkan KRD tersebut. Secara teknis, dengan semakin sering dilaluinya rel oleh kereta maka kepadatan tanah akan semakin baik dan jalan rel akan stabil. Begitu pula sebaliknya, jika terus dibiarkan menganggur tanpa kereta maka rel bisa-bisa rusak.

“Aceh butuh Kereta Api. Saya sangat menyayangkan jika dikatakan tidak perlu, terlebih dikatakan KA di sini mirip odong-odong. Kereta Api Aceh bukan odong-odong

0 comments:

Post a Comment