RANTAU - NH, orangtua FA,
salah satu korban yang duduk di kelas II SMP, mengaku semula tidak
menyangka alasan anaknya selalu minta pindah karena takut selalu menjadi
korban perbuatan cabul Sy (42), kepala sekolah di Kecamatan Kualuh
Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), yang menyerahkan diri ke
Polsek Kualuh Hulu, Kamis (27/3).
Anaknya FA pulang ke rumahnya di Kecamatan Kualuh Selatan, Rabu (26/3).
NH kemudian datang ke sekolah untuk
membayarkan uang sekolah, sekaligus mempertanyakan perilaku anaknya yang
tidak seperti biasanya. Namun Sy, pimpinan sekolah tidak berhasil
ditemui.
Dari istri Sy, NH memeroleh informasi
bahwa anaknya telah dikeluarkan dari sekolah karena merusak lemari.
Mendengar itu, NH buru-buru pulang dan mempertanyakan hal tersebut
kepada anaknya.
“Sampai di rumah saya tanya FA, ‘kenapa
kau bandal?. Oleh FA dijawab ’saya tidak bandal, Ma. Saya tidak tahan
lagi sekolah di situ, Ma. Pindahkan saya ke sekolah lain,” kata NH,
menirukan percakapannya dengan anaknya, FA.
NH kemudian menanyakan alasan FA pindah.
Selanjutnya NH memarahi anaknya, karena beranggapan di mana pun sekolah
itu sama saja. Kemungkinan karena dimarahi, FA menceritakan peristiwa
cabul yang dilakukan Sy kepada orangtuanya.
FA bercerita, kejadian itu ketika dirinya
masih kelas I SMP. Namun sejak kelas II, dirinya tak pernah dicabuli
karena FA melawan. Mendengar cerita anaknya, NH mencari tahu siapa
korban lainnya. NH menemukan empat anak lainnya, dibantu FA.
Menurut cerita anak-anak yang menjadi
korban, Sy mengajak anak-anak menemaninya buang air dan kadang mengajak
anak keluar dari sekolah, sebelumnya mencabuli mereka.
Setelah peristiwa cabul yang menimpa 5 murid menyebar, sejumlah warga berjaga-jaga di sekitar sekolah.
Pasalnya, warga khawatir massa dari dari
daerah lain merusak fasilitas sekolah yang didirikan atas sumbangan
masyarakat tersebut. “Ini dibangun atas sumbangan dan swadaya
masyarakat, bukan milik pribadi,” kata RL (61), salah satu warga.
Sementara, proses belajar mengajar tetap
berjalan di sekolah yang meliburkan anak-anak setiap Kamis itu. “Proses
belajar tetap berjalan seperti biasa,” kata Hendra, salah satu guru.
0 comments:
Post a Comment