KEBERUNTUNGAN menyelimuti
Cucup Supriatna, 36, warga Rt 04/07 Kampung Sawah Lama, Ciputat, Kota
Tangsel. Berada 9 jam di antara baku tembak teroris dan Densus 88 Anti
Teror di Gang Haji Hasan, dia masih selamat.
-------------
KING HENDRO ARIFIN, Tangsel
-------------
-------------
KING HENDRO ARIFIN, Tangsel
-------------
Wajah Ucup, sapaan pria berkulit sawo
matang ini, menyisakan ketakutan mendalam. Mukanya pucat pasi meski
sesekali tersenyum saat berbincang dengan INDOPOS di sebuah kedai yang
tak jauh dari lokasi penembakan teroris di Gang Haji Hasan.
Buruh serabutan ini tak menyangka malam
tahun barunya harus berada di antara muntahan peluru. Usai Azan Magrib
berkumandang Selasa (31/12) petang, Ucup sudah mempersiapkan diri
menikmati perayaan tahun baru bersama rekan sejawatnya. Namun, acara itu
terpaksa terhenti saat puluhan anggota Densus 88 mengepung kontrakan
yang dijadikan tempat persembunyian terduga teroris.
’’Kaget bukan main. Saya tidak menyangka tetangga di depan kontrakan saya terduga teroris,’’ ujarnya.
Awalnya pria ini menyangka puluhan
personel Densus 88 yang mengepung area kontrakan merupakan polisi umum.
Kedatangan mereka pun dianggap Ucup hanya untuk menjemput warga terkait
aksi kriminal biasa. Namun, dugaannya itu meleset.
Tim Densus dengan cekatan meminta
seluruh warga yang tinggal di empat dari lima kontrakan saling
berhadapan untuk meninggalkan lokasi. Hanya hitungan menit, sekitar 10
orang yang merupakan penghuni di empat kontrakan tersebut langsung
diungsikan.
’’Saya mulai curiga saat tetangga saya disuruh tinggalkan kontrakan,’’ ujarnya.
Ucup pun tidak lepas dari perintah tim
Densus 88 untuk mengosongkan kontrakan. Apalagi, kontrakannya tepat
berhadapan dengan kontrakan terduga teroris. Namun niatnya untuk
meninggalkan kontrakan urung dilakukan. Ucup lebih memilih bertahan di
kontrakan demi menjaga ibunya yang sakit. Apalagi waktu evakuasi tidak
banyak.
Bahkan, saat beberapa warga diungsikan
tim Densus 88 sudah dalam posisi standby dengan bidikan senapan mengarah
ke kontrakan terduga teroris.
Tim Densus sendiri tersebar di beberapa
titik. Antara lain bersembunyi di antara pohon bambu yang berjarak
seratus meter dari kontrakan.
Pilihannya untuk bertahan di dalam
kontrakan menghantarkan dirinya dan sang ibu dengan suasana mencekam.
Sekitar pukul 20.00, aksi baku tembak pun tidak terelakkan. Dirinya
akhirnya memilih posisi telungkup menindih sang ibu yang terbaring di
tempat tidur.
Cara itu menurutnya dilakukan untuk menghindari peluru yang mungkin mengarah ke kontrakan yang dihuninya.
Ucup sendiri kembali harus mendapat
tekanan luar biasa dalam jiwanya. Dirinya menyangka penggerebekan hanya
berlangsung 1 sampai 2 jam. Namun hingga pukul 05.00, dia harus
mendengar letusan dan bisingnya suara tembakan dari Tim Densus 88 maupun
milik terduga teroris.
Sekitar 9 jam, dirinya pun tak bisa
tidur dan terus memeluk sang ibu yang terbaring di kasur. Setiap ledakan
ataupun suara tembakan keluar, Ucup hanya bisa beristigfar dalam hati
berharap tidak ada satupun peluru yang mengarah ke dirinya, apalagi sang
ibu.
’’Sekitar 9 jam saya berada di antara
desing peluru dan ledakan. Lebih dari seratus tembakan yang dengar dan
tiga kali suara ledakan yang cukup membuat telinga sakit,” ujarnya.
Sekitar Rabu (1/1), pukul 04.00, dirinya
dapat bernafas lega. Tidak lagi terdengar desingan peluru. Meski begitu
dirinya baru berani keluar dari kontrakan satu jam setelahnya. Saat
keluar rumah, dirinya sudah tidak lagi melihat petugas mengevakuasi para
terduga teroris yang ditembak mati.
Hanya saja, dirinya sempat menyaksikan
para petugas kepolisian membersihkan sisa-sisa peluru dan proyektil.
Termasuk juga saat petugas menutup kontrakan teroris dengan terpal.
Kontrakan tersebut ditutup sepenuhnya dan tidak bisa terlihat dari luar.
’’Saya baru lihat ada peluru sebesar jempol. Tidak kebayang kalau peluru itu ke tubuh saya,” katanya.
Berbicara seputar sikap para terduga
teroris, Ucup mengaku hanya pernah berkomunikasi dengan satu dari 6
orang terduga teroris yang ditembak mati tim Densus 88. Menurutnya, para
pelaku baru sekitar 3 bulan terakhir tinggal di kontrakan tersebut.
Satu orang yang kerap berkomunikasi dengan dirinya bernama Dayat.
Pria yang ditembak saat berkendara
menggunakan Supra Fit B 7266 COP ini mengaku kelahiran di kawasan
Rempoa, kawasan Gintung, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangsel. Dayat
yang tewas ditembak Selasa (31/12) sekitar pukul 20.00, di Ruas Gang
Haji Hasan, mengaku bekerja di bidang ekspedisi.
’’Dayat (terduga teroris) tidak banyak
bicara. Setiap mengobrol paling lama 10 menit sampai 15 menit. Kemudian
masuk lagi ke kontrakan. Kalau teman-temannya paling hanya tersenyum
apabila berpapasan di jalan,” katanya.
Masih menurutnya, cara berpakaian
ataupun prilaku para terduga teroris pun tidak ada yang mencurigakan.
Cara berpakaian yang mereka gunakan seperti orang pada umumnya. Setiap
keluar rumah, para terduga teroris menggunakan tiga unit sepeda motor.
Mereka umumnya meninggalkan kontrakan siang hari dan pulang petang.
Setiap pergi para pelaku hanya membawa tas gendong.
’’Dayat (terduga teroris, red) juga
baik. Tiga bulan terakhir tinggal, untuk bayar kontrakan Rp 500 ribu per
bulan tidak pernah telat. Bahkan Dayat juga kerap memberi sembako
kepada pemilik kontrakan. Jadi ga nyangka juga kalau dia terduga
teroris,” ujar Ucup yang merupakan keponakan Hj Zainab, pemilik
kontrakan.Jpnn,
0 comments:
Post a Comment