Thursday, April 3, 2014


BANDA ACEH - Serangkaian kekerasan yang terjadi pada Pemilu Legislatif (Pileg) tahun 2014 di Aceh karena dipicu adanya pembiaran kekerasan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2012 lalu.

Setiap rangkaian kekerasan menjelang pilkada lalu tidak diselesaikan secara tuntas oleh pihak kepolisian, sehingga tidak ada efek jera bagi pelaku kekerasan itu sendiri.

"Pada Pilgub (Pemilihan Gubernur) tahun 2012 ada terjadi pembiaran terjadi kekerasan oleh pihak kepolisian, sehingga berimbas pada Pileg 2014," kata mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.

Adanya pembiaran dan ketidaktegasan pihak kepolisian, pelaku kekerasan merasa benar atas perbuatan tersebut. Sehingga mereka kembali dipraktikkan pada Pileg 2014 ini.

Padahal pihak kepolisian memiliki alat canggih serta memiliki sumber daya cukup untuk menuntaskan setiap rangkaian kekerasan di Aceh. Akan tetapi, pihak kepolisian saat itu tidak berani dan bahkan terkesan takut mengungkapkan fakta sebenarnya.

"Polisi itu punya peralatan canggih dan orang-orangnya cukup, tapi hanya belum ada keberanian yang cukup," imbuhnya.

Irwandi berharap tidak menuduh salah satu pihak melakukan kekerasan di Aceh. Ia mencontohkan bila yang menjadi korban orang Partai Aceh, jangan langsung menuduh yang melakukan orang Partai Nasional Aceh (PNA).

"Saya tegaskan, PNA tidak pernah meminta untuk balas dendam setiap kekerasan yang menimpa PNA, karena bagi PNA perdamaian dan kenyamanan itu jauh lebih penting, dengan damai kita bisa berdemokrasi dengan baik dan sehat," imbuhnya.

Sementara itu Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi mengatakan, setiap rangkaian kekerasan yang terjadi pihak kepolisian membutuhkan alat bukti untuk melakukan pengusutan dan pengungkapan setiap kasus tersebut.

"Kita menyelesaikan perkara itu sesuai dengan alat bukti yang ada, kalau tidak ada alat bukti kita tidak bisa proses," ujar Husein Hamidi.

0 comments:

Post a Comment