Sunday, March 30, 2014

JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amril mengatakan praktik permainan uang dalam tes psikologi bagi anggota Polri yang ingin mengantongi senjata api (Senpi) di Polda Metro Jaya, hanya contoh kecil bahwa mekanismenya belum dikelola dengan baik.
Justru yang lebih rumit, kata Reza, ketika lingkungan Polri mengabaikan sisi kemanusiaan di internalnya sendiri. Hal ini tercermin dalam terbangunnya sebuah wadah, sindrom, bahwa mereka orang-orang berseragam merasa hina mengatakan lelah dan sejenisnya.
"Perlakuan organisasi seperti itu justeru mencerabut sisi kemanusiaan. Di kepolisian sisi kemanusiaan memang kurang, (sehingga memicu) terjadinya pembunuhan, bunuh diri maupun kecelakaan (di lingkungan anggota Polri," jelasnya.
Kemudian dalam konteks keberadaan tenaga psikologis, lanjut Reza, mereka hanya dianggap permainan karena yang bekerja di institusi Polri bukan mekanisme psikologi.
Padahal jika memahami teori efek senjata api, maka lazimnya manusia berperilaku kalau ada niatan, ada motif. Namun fakta yang terjadi adalah perilaku itu muncul tanpa didahului niatan atau motif tertentu.
"Artinya kepemilikan senjata api ini sendiri sudah cukup mendorong seseorang menggunakannya. Dalam konteks ini sebenarnya bukan senjatanya yang berbahaya, tapi kesiapan psikologi penggunanya (yang tak siap)," ujar pengajar di PTIK itu.
Karena senjata api merupakan benda berbahaya, Reza memandang seharusnya hanya orang-orang terpilih saja lah yang boleh memenang senjata api itu.
Disinggung soal kejadian tewasnya AKBP Pamudji pada malam hari, Reza juga menilai faktor waktu bisa membuat orang lebih agresif, sehingga memudahkan orang melakukan pencideraan baik terhadap dirinya maupun orang lain.

0 comments:

Post a Comment