Thursday, May 8, 2014

Foto : Bardan Sahidi Caleg PKS Yang Lolos Ke DPRA Aceh.

DARI 81 jatah kursi di DPR Aceh, terdapat enam calon anggota dewan yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah. Masing-masing 1 dari Partai Golkar, 1 dari Partai Aceh, 1 dari NasDem, 1 dari PKS, 1 dari PAN, dan 1 dari Demokrat.

Seorang calon anggota DPRA dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bardan Sahidi mengatakan bahwa dirinya siap membawa aspirasi dari daerahnya untuk diperjuangkan di tingkat provinsi, termasuk menolak penerapan Qanun Lembaga Wali Nanggroe yang dinilai tidak relevan dan tumpang-tindih dengan lembaga adat yang sudah ada di Dataran Tinggi Gayo.

Bardan menjelaskan, jauh sebelum munculnya Qanun Wali Nanggroe, di Aceh Tengah dan Bener Meriah sudah ada lembaga adat yang dinamakan Majelis Adat Negeri Gayo (Mango). Lembaga adat ini dibentuk melalui peraturan daerah. Selain itu, sidang paripurna DPRK Aceh Tengah dan Bener Meriah pada akhir tahun 2012 lalu, juga memutuskan menolak penerapan Qanun Wali Nanggroe.

“Khusus di DPRK Aceh Tengah, rapat paripurna pada 31 November 2012 yang juga dihadiri anggota DPRK dari Partai Aceh, memutuskan menolak Qanun Wali Nanggroe, serta Qanun Lambang dan Bendera Aceh. Implikasi dari keputusan dewan tersebut, Aceh Tengah dan Bener Meriah tidak akan mengirimkan tokoh adatnya sebagai utusan daerah yang duduk di lembaga Wali Nanggroe. Masyarakat adat di Tanah Gayo hanya mengakui Majelis Adat Negeri Gayo sebagai lembaga adat tertinggi,” ujar Bardan Sahidi, Kamis (1/5) lalu.

Sedangkan terkait qanun-qanun kontroversial lainnya, seperti Qanun Lambang dan Bendera Aceh, Bardan menyarankan untuk dievaluasi kembali. “Jika qanun-qanun itu tidak terkait dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh atau malah menguras uang rakyat, maka layak dievaluasi untuk mengetahui seberapa penting keberadaan qanun itu dalam menyejahterakan masyarakat yang ada di 23 kabupaten/kota di Aceh ini,” ujarnya.

0 comments:

Post a Comment